Jumat, 10 Maret 2023

Monolog - MALAM GELISAH - Ida Khoirotin


Pemain duduk di tengah penonton, dan mengajak dialog, salah satu penonton, sedang panggung lampu biru menyorot ranjang kosong, dengan di iringi lagu jazz yang melankolis

Pemain : 
pemain menatap tajam mata salah satu penonton, dengan ekspresi penuh harapan.Sungguh ! hari ini, aku melihat cakrawala di wajahmu. Terdiam. Bagaimana bisa, angin begitu saja berhembus, tanpa tanda tanya atas resahku ini. Tertunduk, lalu pelan-pelan kembali mengangkat kepala dan kembali menatap mata penonton itu dengan lebih tajam. Benarkah? Oghh...lalu berlari dengan menari-nari.

Black Out

Pemain berbaring di ranjang, cahaya kamar yang terang pelan pelan meredup, cahaya berganti bernuansa sesuai dengan hatinya yang resah teriring musik yang menggambarkan suasana batinnya.

Pemain : 
Resahku, andai saja engkau sudi bersandar pada rembulan yang manja. Terbangun, lalu mengambil sebuah cermin lalu merias wajahnya. Aku tahu! tersenyum Setiap malam kau mengendap-endap diantara detak jarum jam di dindingku. Lalu mencari tahu, sedang apa aku pada tiap malamku.? Diam-diam, kau berbaring di bawah jendela kamarku sambil menatap bulan pucat di atas sana. Tak ada yang buruk dalam kebisuan ini, seperti bagaimana heningnya malam-malam para mujahid di Palestina. Lalu bediri perlahan-lahan, lalu perlahan berjalan menghampiri sesosok imagi yang seolah-olah datang memanggil Maukah, engkau temani aku berdansa malam ini? Biar tak padam pengharapan akanmu. Berdansa...Tiba-tiba lonceng jam berbunyi, ia menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang sambing menghela napas dalam-dalam, lantas kembali duduk sambil memeluk guling Baginya, aku adalah matahari esok. Yang akan dia pandangi penuh selaksa takjub! Dan mampu, memberikan kehangatan asmara saat ia terbangun dari mimpi indahnya malam ini! Hmm...

Black out.

Setting sebuah kamar mandi dengan lampu yang nyalanya berkedip-kedip, di dindingnya ada siluet perang dunia kedua.

Pemain : 
menghadap kesiluet. Gemuruh ini adalah kekalutan, sajak peristiwa yang teranasir pada tiap dinding sejarah! Bermuslihat dalam agitatif perasaan yang imajiner! Terjungkal di sudut ruang tak bermimpi! Angin ini, tetaplah angin yang sama. Yang lamat-lamat, mengguris tiap desiran hasratku! Berbalik menatap ke penonton, dengan pandangan rapuh, tersorot lampu merah 40%.Tiap-tiap kita punya janji yang kita ikrarkan sendiri. Pada tiap jengkal kaki melangkah bila sepatu rusak mengapa kita menyalahkan kaki, yang telah menghantarkan kita pada perjalanan berabad-abad lamanya? Kekasih, andai kau dengar seperti apa yang kudengar! Juga, bila engkau merasa seperti apa yang aku rasa! Maka, esok kejujuran tak boleh tertunda! Aku tak akan pernah sanggup bilai rangkaian mimpiku kau pecundangi. Sebagaimana, lelaki bodoh yang menunggu kedatangan ikhtibar kemerdekaan di saat jatuhnya Tsar di Soviet!

Black Out

Setting satu meja dan satu kursi, ia galau sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok.


Pemain : 
Dia harus datang ! Tapi, bagaimana jika dia tidak datang? Atau dia datang, tapi dengan sesuatu yang tidak aku inginkan? Menyeruput kopi. Kau harus datang dengan agenda yang jelas! Karena, akupun begitu. Telah aku susun dengan sistematis agenda yang akan kita bicarakan esok, ketika berjumpa denganmu. Aku tak mau datang dengan tangan kosong, apalagi otak kosong! Dan juga, aku tak mau kembali dengan tangan hampa dan otak yang terjajah! Kembali menyeruput kopi, lalu berdiri dengan berat. Berjalan memutari meja dan kursi. Dia akan datang sebagai apa ? Aku tak mau, ia mementaskan peran yang tak aku inginkan. Ia boleh saja menjadi Srikandi, Sri Rama, atau bahkan bajingan Caligula! Yang penting jelas, tak boleh samar! Karena sebuah tokoh harus di hadirkan secara utuh, baik fisik maupun emosional! Jangan terlalu absurd, karena itu cenderung pengecut! Walau, Albert Camus memberontak dengan itu. Tetapi bagaimanapun, aku juga jengah jika engkau berlagak seperti Romeo. Aku ingin, engkau jujur dalam peranmu! Tak harus ideal, yang penting aku mampu memahami inginmu. Begitupun sebaliknya... lalu lamat-lamat terdengar alunan musik piano chopin. Jadilah sekedar kabayan atau Samijah! Karena itu lebih aku pahami sebagai kejujuran yang sederhana. Sebab, hubungan kita bukan hubungan antar kosmik! Yang membutuhkan otak Einstein, untuk memiliki rumusan jawabnnya. Walau aku tahu, kau tipikal seperti apa. Kau, sangat suka bermain pada wilayah itu. Kau sangat berliku! Kau tak suka kesederhanaan, karena kesederhanaan bagimu sangat nggak berkelas! Tetapi, sungguh aku lebih suka engkau bersikap wajar! Aku takut, engkau memaksakan tompeng keangkuhanmu di depanku. Kekasih...

Black Out

Ranjang, denting suara jam tertedengar. Ia membawa setangkai bunga plastik.


Pemain : 
Alunan syair Thingking About You milik Norah Jones terdengar seperti suara hatinya yang sedang memikirkan seseorang.Hmm, kamu sekarang sedang apa? Apakah kau juga memikirkan aku, seperti aku yang tiada henti memikirkanmu?...(tanpa terasa air membulir dari matanya)Kekasih...! Adakah kesetiaanku ini terjawab dengan kehadiran seribu bunga cintamu? Kekasih, yang aku kagumi dengan selaksa takjub! Yang dengan tanganku ini, aku rela memikul semua beban hidupmu. Yang dengan nafasku ini aku rela berkorban apapun untukmu. Aku mencintaimu, lebih dari cinta itu sendiri! Aku rela, walau kau buat aku sebagai cinta yang kau definisikan. Asal, ada senyum dibibirmu untukku...! Bunga dalam genggamannya itu terjatuh. Mengapa aku sangat rapuh? Mengapa, aku tak sanggup menjadi Tjut Nyak Dien ? Yang begitu perkasa dalam memimpin revolusi rakyat Aceh! Mengapa aku tak setangguh bunda Theresa? Yang dengan cintanya, ia mampu mengulurkan kasih pada siapapun! Mengapa, tak juga aku mampu, menjadi prempuan hebat seperti Marsinah? Atau, ketangguhan pelacur-pelacur dalam naskah Pelacur dan Presiden! Atau apapun! Yang penting, aku harus tangguh! Apakah ini jiwa kebanyakan perempuan Indonesiaku? Yang lebih senang bermanja di atas ranjang, sambil menikmati segelas coklat hangat, serta ditemani boneka barbie sambil mendengar musik romantis yang picik? Duduk di lantai sambil bersandar di ranjang, lalu mengambil boneka dan di letakkan disampingnya. Mengapa kau meracuniku? Engkau, seperti nikotin dalam tiap asap rokok yang aku hisap! Engkau seperti alkohol dalam sebotol martel, dahsyat ! Apakah engkau juga teracuni dan mabuk seperti aku? Katakan itu, sms aku, kirim email aku, atau tulis di dinding facebookku! Atau apapun! Agar aku tahu bahwa kau mengalami rasa yang sama malam ini ! Hahahhahaha.....tiba-tiba ia tertawa sendiri.Aku pantas mendapat oscar atau minimal piala citra! Atau, artis terbaik dalam panggung teater. Aku nampak seperti Marilyn Monroe malam ini. seseksi Lady Gaga. Seanggun Kate Winslet dalam film Titanic. Bahkan, berkarakter seperti pemeran di sebuah sinetron yang episodenya tak pernah habis. Wakakakkakakak, Sirine Sungkan! Lalu memeragakan adegan dalam salah satu sinetron striping, kemudian tertawa sangat keras. Wakakakakakak! Kampungan! Bagaimana bisa, artis kayak gitu bisa laku keras di masyarakat? Dasar penontonnya pada udik dan ndeso! Mending, lihat film India! Lihat tuh aktingnya! Keren! Kita bisa menangis, tertawa, juga menari.. Atau, coba kita lihat drama-drama korea! Artis mereka sangat natural saat memerannkan tokoh. Tidak dibuat-buat dan over akting. Seharusnya, para pemilik PH kalau mencari artis itu seperti aku! Coba kurang apa aku? Cantik dan berkarakter, pokoknya kalau sama Julia Robert sih, 11-12, deh! Nggak jauh-jauh amat!

Black Out

Setting, TV menyala tanpa gambar satu kursi dan boneka yang tergantung


Pemain : 
ia menatap boneka yang menggantung di depannya. Tahukah kamu?dengan suara berat dan tergetar. Bagaimana para pemimpin otoriter itu tewas? Iya ! Itulah, yang pantas buat mereka! Yang tak mampu mengemban amanat penderitaan rakyatnya! Berdiri lalu mengambil sebilah pisau, ia tampak marah. Itu saja belum cukup! Harusnya kulitnya dikuliti. Tubuhnya di mutilasi, lalu kemaluannya dipotong-potong seperti sosis, yang di jual di depan sekolah! Terdiam, lalu menusukkan pisaunya ke badan boneka tersebut. Sakit bukan? Inilah penderitaan, sebuah penantian! Kau harus tahu, dan ikut merasakan! Inilah keadilan yang ideal, yang tidak ada kelas dalam sebuah hubungan! Tak ada borjuis atau proletar! Tidak ada penguasa atau jelatah! Tak ada kaya atau papa! Yang ada adalah kesetaraan ! Mau atau tidak, kau harus mengamini ini! Atau, kau mau aku bantai? Seperti Saddam Husein ! Hahhahaah! Iya, aku harus kejam! Karena kekejamanku, adalah kesadisan eksotis! Mendekatkan telinganya pada boneka itu. Apa? Kau punya ide yang lain? Hai! Kau jangan coba-coba memutarbalikkan ideologiku! Kau mulut subversif ! Setiap perkataanmu, membuat aku rapuh. Diam bangsat! Diaaaaaammmmmm! terhuyung ke lantai, menangis sambil merintih, tangannya mencoba meraih kembali boneka itu. Aduh , aku lapar !

black out

Setting, meja di atasnya sebuah vas bunga dan setangkai bunga plastik. Sedang ia berdiri di samping ranjang sambil memegang guling di tangan kirinya.

Pemain : 
Peluk aku, pada perjumpaan esok! Tak perlu engkau ungkapkan rasamu dengan kata-katamu! Aku takut, ia sekedar indah seperti bunga itu. Karena ia begitu mudah layu, dan karenanyalah aku takut. Aku tahu, walau ia telah layu, dia tetaplah bunga, dan hasrat takkan berubah nama. Walau, terhasrat itu pergi. Sebab ia masih hidup, walau sebatas kenangan akan senja! Berjalan lalu terduduk di ranjang. Harusnya, kau tahu ! Setiap perempuan mempunyai impian untuk hidup dengan siapa yang dipujanya. Begitu pun aku. Semenjak anak-anak. Aku selalu berharap. Kelak, datang seorang pemuda berambut panjang ke hadapanku, dengan menunggang harley davidson yang gagah. Lalu, ia mengulurkan tangannya kepadaku sambil berkata, ”Mari, ikut bersamaku! Melintasi jalan-jalan yang meliuk-liuk!” Lalu, aku memelukmu dari belakang. Dan kuhirup aroma tubuh, serta rambutmu yang tersapu angin. Oh,aroma yang sangat laki-laki! Ah,andai benar itu kamu ! tersipu lalu menutup wajahnya dengan guling.suara latar berteriak ” belum tidur, nak !!!” Belum, bu ! Sebentar bu, aku harus menyelesaikan latihan dialogku! Untuk pementasan drama besok, di sekolah !

black out


Duduk di kursi, asik menikmati makanan diatas meja.

Pemain : 
hmm...bersandar di kursi, kekenyangan. Aku teringat pertama kali kau ajak aku makan malam di sebuah restoran kecil di pinggir kota. Lamat-lamat suara berat loeis amstrong dalam lagu wonderful world. Di antara suara rintik hujan, dan suara jangkrik yang mengerik, kau tawarkan aku segelas wine, untuk melepas dingin yang pekat. Sungguh hangat, sehangat senyummu yang begitu laki-laki. Saat itu, di sela-sela menikmati hidangan, yang sesungguhnya sama sekali tidak aku sukai. Kau tak pernah tahu, bahwa aku tidak menyukai makanan laut, karena akan menyiksaku setelahnya. Kulitku jadi kemerah-merahan dan gatal-gatal karena alergi. Kau tatap mataku begitu tajam. Sungguh, aku binggung saat itu! Bukan karena tatapanmu yang mempesona itu. Tapi aku bingung, bagaimana caraku menutupi, ketika aku ingin menggaruk badanku yang kegatalan karena alergi seafood. Karena itu pula, kita hanya terdiam terpaku tanpa membuka perkataan sampai malam akan berujung... berdiri, sambil menabuhkan sendok di piring. Tiap ruang yang tertutup suatu saat akan retak ! Karena mengandung waktu yang terus mengembang. Kuarungi sepi malam ini, sambil meneriakan namamu, lelakiku. Jika kau dengar ini, hentikan langkahmu sejenak! Tak pernahkah sedikitpun engkau sadari, bahwa untuk menangkap bayangmu, jantungku seperti di tikam tombak ratusan peristiwa ? sendok terus di tabuhkan kepiring, dengan tempo yang tetap. Hingga tak terasa piring itu pecah, dan terdengar suara berteriak “Hai! Ada apa?” Kucing sedang kawin, bu !

black out

Berdiri diatas ranjang

Pemain : 
bergaya seperti penyair di atas panggung

di sini
kesedihan batinmu, kau coretkan
pada lembaran-lembaran kardus dan koran
yang kita kais sepanjang pagi dan petang

di sini
nyanyian rindumu. kau dendangkan
pada tumpukan cd dan kaset bajakan
yang kita rekam di tiap-tiap malam

kemarin
masih jelas kulihat jejak napasmu
yang menderu di tengkukku
liar, meliur menetes di cawan arakku

kau bercerita apa saja
dari ujung jari sampai batas pandang di selatan
menukik cumbu, cerobong mendengkur kencang
arak-arakan advetorial, seperti karnaval pasar malam

tentang kecemburuan
yang memabukkan
tentang cinta
yang memenjara

ini sinetron keluhku !
melodrama, dalam iringan lagu pop melayu
bergoyang tralala
tak terasa, sprei telah basah

berita di telivisiku
tentang bintang temaram
artis panas yang menyusutkan otakku
sejenak lupakan rindu atas ranjang bersprei kambuja

kembali
disini
coretan celotehmu, sajikan sajak tangis
yang tak pernah meliurkan kenakalan batinku

SHAKURU, CEPATLAH MENYAPAKU !
Aku tak mau beku dalam kegelisahan yang sunyi ini ....

Black out

Terdengar suara lonceng jam, menunjukkan pukul 01.00, suasana begitu hening, perlahan terdengar lantunan Norah jones dalam Nigthangel.


Pemain : 
Langit tak kunjung memerah... menatap langit yang masih gelap. Risauku, seperti mereka yang tahu bahwa esok akan di tembak mati. Risauku seperti Gie, yang menyadari, bahwa rezim orde baru lebih busuk dari rezim orde lama! Harusnya seimbang kerisauan ini dengan kerisauanmu! Cobalah kau rasakan getaran hatiku ini, telah melampaui berdebarnya hatiku, ketika melihat kawanku mati pada peristiwa semanggi! Juga mengalahkan gemuruhnya tank-tank amerika saat memborbadir gerilyawan Taliban! Menarik napas sangat dalam. Tiba-tiba ada teriakan, Gollllll!!!! Hai, siapa yang memasukkan? ”Messi !” jawaban mereka. Ya ampun! Si kutu loncat, memang benar-benar hebat, seperti dirimu yang menggiring perasaanku begitu dahsyat!!Tersenyum. Shakuru...! Cepat cetak golmu ke gawangkuuuuuu! gedubrak, terjatuh, meringis kesakitan. 

Black out.

Pemain mondar mandir, di iring suara gergaji dengan tempo satatis.

Pemain : 
Mengapa waktu bergerak begitu lambat? Berhenti di depan televisi yang menyala lalu duduk. Seolah bayangan lelaki itu datang, ia menyambut kedatangannya. Kekasih...! Kau pecahkan kesunyian malamku. Eksplorasi seolah sedang bercumbuh, hingga padak titik puncak, tiba-tiba bayangan itu musnah. Shakuru...! Shakuru...! Shakuru...! menangis, menjadi-jadi. 

Black out.

Ranjang, nuansa cahaya biru 70 % , merah 40%, kuning 30%


Pemain : 
Terlihat wajahnya yang sangat putus asa. Lamat-lamat Sailing milik Rod Steward terdengar.Kekasih...! Sandiawara apa yang aku mainkan ini? Lakon ini begitu berat. Sebuah proses yang telah menguras sebagian besar potensi energiku, namun seolah aku tak juga mendapatkannya. Aku lelah. Teramat lelah untuk bisa di katakan kuat. Ini, mengingatkan aku pada Rendra dan Ken saat memainkan lakon Kereta Kencana. Pengalaman spiritual yang mega dahsyat! Dan aku bukan aktor yang kuat untuk itu! Mengapa kau ajak aku terbang, saat sayapku merapuh? Kau terlalu hebat untuk membuatku tenang. Namun ... Shakuru, kau adalah energi Tuhan...! Pada tiap pembaiatan Santo, kau adalah air sucinya. Sedang aku, apa? Kau adalah alunan ayat yang dikumandangkan tiap-tiap imam besar. Sedang aku, apa? Shakuru...! Lepaskan aku dari malam ini, atau kau akan melihatku esok sebagai malam itu sendiri!

Black Out.

Kondisi panggung gelap, suara nada panggil handphone

dialog :

+ : hallo, malem...

- : malem, rum, lagi ngapain?

+ : Oh.. aku barusan tidur, trus denger hpku berbunyi, akhirnya aku bangun, ngapain telpon malem-malem

- : Nggak, pingin tahu kabr kamu aja, malam ini

+ : Aku baik-baik aja kok... eh iya gimana untuk besok

- : Besok... hmm

+ : Kenapa?

- : Nggak..

+ : Nggak kenapa?

- : Anu..anu

+ : Anu gimana?

- : Aku..anu..

+ : Iya...

- : ...........(diam, hening)

+ : Halo...halo...halo...halooooooooooooooooooo...

Duduk di kursi... menghadap penonton, tersenyum sendiri... akhirnya menangis, lalu panggung bernuansa merah, eksplorasi, menghancurkan seluruh propety di atas panggung, setelah hancur ia duduk di bawah meja, panggung terang

Pemain : 
Bagaimana bisa ? lampu perlahan redup, lamat-lamat lagu sailing terdengar. Panggung perlahan gelap, lalu terdengar suara tembakan.

Setting panggung di kembalikan keadaan semula, perempuan itu asik menikmati makannya.


Pemain : 
Bagaimana mungkin ?

Black Out


Tidak ada komentar:

Posting Komentar