Jumat, 10 Maret 2023

Monolog : DASEIN - Bina Margantara


 
LAMPU MERAH MENYOROTI PEMAIN YANG SEDANG DUDUK, DENGAN KAKI DI ATAS MEJA. DIA MENGENAKKAN TOPI , TATAPAN KOSONG KE DEPAN. SESEKALI MENGEPULKAN ASAP ROKOKNYA KE ATAS. SELALU BEGITU HINGGA BEBERAPA MENIT.
LAMPU MERAH MATI.
ADA LAMPU NEON TEPAT DI ATAS KEPALANYA, DAN AKTIVITASNYA SELALU BEGITU.
LAMPU KEMUDIAN MATI, TERDENGAR SUARA RIUH DI LUAR PANGGUNG


ADEGAN I


SUARA DI LUAR
Mengapa kau bertingkah seolah sedang berpikir Mukar?
Masih punya otak toh, masih percaya nurani?
(MEREKA PUN TERTAWA DENGAN NADA YANG SANGAT MENGGIDIK)


MUKAR
(SEOLAH MUKAR MENGACUHKAN SUARA TADI, DAN DIAM BARANG SEJENAK, KEMUDIAN AKHIRNYA ANGKAT BICARA)
Apa salah, hah?
Inilah cara saya menikam sepi-sepi, merasa merdeka dan tak pernah terkontaminasi oleh doktrin yang sangat menggrogoti akal sehat. Dan juga, cara saya melayani diri sendiri
(MUKAR PUN TERTAWA, SEAKAN TAK ADA BEBAN)
Kalian mesti mencari cara sendiri-sendiri (SAMBIL MENGEJEK)

SUARA DI LUAR
Cara kau bilang?
Dan cara yang kau sebutkan adalah cara yang begitu aneh, lebih tepatnya adalah cara orang-orang pesimis yang kalah bertarung dengan dunia luar. Kau mencoba untuk menghibur diri sendiri dengan kekalahan yang bertubi-tubi yang selalu kau alami.
Kau memandang dirimu lebih besar dari dunia dan orang-orang yang kau temui.

MUKAR
Tapi aku jauh melihat ke dalam dan sangat meresapinya. Dengan begitu, aku lebih tahu bagaimana diriku sebenarnya. Merasakan setiap hangat nafasku, ritme jantungku yang bermain dengan delapan nadanya. Aku begitu menikmati ke mana kehendak kaki melangkah, kalau saja aku bisa dalam satu waktu aku bisa melangkah ke seluruh penjuru mata angin, kenapa tidak?
Tapi aku tidak akan pernah terima, kalau caraku ini adalah cara para pecundang.

SUARA DI LUAR
Kau hanya berusaha untuk menghibur diri sendiri, itulah falsafah orang-orang kalah.
Kami juga beranggapan, jangan-jangan kau bersenggama dengan dirimu sendiri

MUKAR
Benar, ada saatnya kita memang harus bersenggama dengan diri sendiri. Benar yang selalu tak akan pernah salah kawan!
Dan aku selalu sadar dengan keberadaanku, di antara kamu, kita, kami, mereka, kalian dan dunia yang hampir letih ini, letih dengan pembicaraan yang tak begitu penting, wacana yang selalu berputar-putar, masalah-masalah yang tak terselesaikan.

SUARA DI LUAR
Waw… semangat anak muda yang terlalu kehilangan kendali.
Mengoceh sendiri seperti tahu sepenuhnya tentang semua hal, padahal hanya paham sebagian saja.

MUKAR
Hilang kendali?
Ini bukan masalah tentang apa yang selalu kita pikirkan kawan!
Tapi bagaimana cara kita berpikir.
Kuharap kalian mengerti.
Kalian hanya sesuara tanpa bentuk, yang hanya bermain di luar. Melihat dan hanya menilai dari jauh, seakan kalian hakim yang tak pernah salah, dan semaunya bertindak. Tindakan yang egois sekali, pecundang yang sebenar-benar pecundang.

SUARA DI LUAR
Itu kau
Itu kau
Itu kau

MUKAR
Tidak!

MUKAR DAN SUARA DI LUAR BERTENGKAR DENGAN “YA” ATAU “TIDAK”NYA...



ADEGAN II

Kita semua tahu, jalan hidup kita seperti apa. Lahir, nang ning nong kemudian mati. Tapi sangat sedikit sekali sebagian dari kita benar-benar sadar dengan kehadiran kita.
Kehadiran yang merasa benar-benar hidup. Meskipun aku sendiri bingung, kenapa aku harus terlahir sebagai Mukar, bukannya Peter atau Smith atau bahkan Moreles. Ataunya lagi terlahir sebagai Susi, Tini, atau Lestari dan Ratna. Yah, memang di luar kesadaran dan kendali
“sebenarnya hanya ada satu masalah kebijaksanaan (baca filsafat) yang benar-benar serius, yaitu bunuh diri. Menilai bahwa hidup ini layak atau tidak layak untuk dijalani: itulah menjawab pertanyaan kebijaksanaan.” (Albert Camus, The Myte of Sisyphus: 1955)

DIA MENGELUARKAN TALI DARI LACI MEJA, DAN MEMPERHATIKAN DENGAN SEKSAMA…
KEMUDIAN MENGELUARKAN PISAU

Jika kedua benda ini digunakan untuk bunuh diri, mana yang lebih cepat untuk membunuh?
Tali mungkin hanya untuk menghentikan nafas di leher, pisau mengucurkan darah dari nadi. Tapi jika digunakan alat ini secara bersamaan, tali untuk menggantung dan pisau untuk memutuskan nadi. Aaah, tatap tak bisa, mesti satu-satu kelihatannya.
Tapi…
Tunggu dulu, kenapa aku harus bunuh diri? Alasannya apa?
Apakah hanya dengan bunuh diri aku harus mati, atau aku hanya menelan mentah-mentah tentang menjawab pertanyaan kebijaksanaan tadi. Kebijaksanaan seperti apa? Atau mungkin bunuh diri yang dimaksud bukan secara fisik. Ya, bukan secara fisik!
Mungkin aku mesti mati berkali-kali untuk mendapatkan dan menemukan diriku yang baru, secara wujud mungkin tidak, tapi bisa saja secara emosional dan jiwa yang baru.

IA BERGERAK KE ARAH CERMIN, MEMPERHATIKAN DIRINYA SANGAT DETIL
Siapa kamu? Ya, aku bertanya kepadamu. Tidak ada seorang pun yang berada di sini kecuali aku dan kamu. Berarti kita. Kamu tahu unsur pembentuk kita?
Aku
Kamu
Mejadi KITA, apa yang kamu rasakan? Ayolah, berpikir untuk barang sejenak. Kita harus cepat. Ya, seperti itu lebih baik. Seperti apa? Semoga kita satu pemikiran.

DIA MENEGENDAP-ENDAP SEOLAH DAPAT MENDENGAR BISIKAN BAYANG-BAYANGNYA SENDIRI

Benar. Ada relasi di sana, antara aku dan kamu. Yang memang tak kelihatan, tapi akan sangat terasa sayang. Mau kau kuajak bermain-main? Tak usah kau pikirkan, maksudku kau tak perlu merisau keterperangkapanmu yang abadi di dalam sana. Kau bisa menguntitku dari belakang, samping kiri-kanan, tapi kau tak kubiarkan di depan. Karena aku selalu berposisi di depan. Ini tergantung pencahayaan yang tak menembus fisikku, maka di sana lah keberadaanmu.
Ah, tapi sudah kubilang tadi, kau dan aku adalah kebersamaan dan keserbawajaran. Kau ada karena keberadaanku, penjelasan selanjutnya kau juga tahu. Apa kau mulai bosan dengan kondisi ini?

DIA LALU MEMECAHKAN CERMIN TERSEBUT, DAN MERASA PUAS
(DIAM)
SERASA ADA PENYESALAN, AKHIRNYA MENANGIS
(DIAM)
DAN TERTAWA…

Sedang apa aku sekarang?
Di mana?
Dan aku tak akan pernah peduli lagi dengan kau, kalian, mereka semua. Aku tak tunduk pada benda-benda yang menghasilkan bayang-bayang. Yang ada hanya ada kita dan semua ide. Dunia dan kebermaknaan dari ini semua, semua adalah ilusi. Delusi untuk diriku sendiri. Aku ingin melampaui diriku sendiri, aku tak pernah mengenakkan tubuh ini atas nama yang lain, yang ada hanya aku.
Baiklah, aku Mukar. Diberi nama itu sejak lahir, nama begitu penting aku rasa. Sepenting ikan air tawar di sungai, sepenting ikan asin di laut. Bagaimana kalau kita melihat seorang pria di bawah pohon. Apakah kita menamakannya seorang pria di bawah pohon. Atau si pengembala dengan kerbaunya. Atau gadis kecil dengan senyum manisnya dengan geligi putih bagai biji timun. Atau ibu tua yang menggendong anaknya yang korengan, atau manusia dengan kebodohannya sampai ke tulang..atau..atau..atau,
Apakah A itu memang benar-benar A adanya? Bisa saja A melebur menjadi B. dan B tidak selalu B. Kenapa kita menamakan ini jam? (DIA MENUNJUK KE ARAH JAM DINDING), kenapa tidak kita namakan benda bundar dengan jarum-jarum yang selalu menghantui kita, mengintai seperti malaikat maut. Waktu, ya waktu!!!
Kalau saja waktu itu anak tetangga tak singgah depan halaman saat senja-senja basi, yang menumpahkan kopi temanku duduk. Tak akan jadi begini!
Dia harus bertanggung jawab, dia harus menarik kembali pertanyaan-pertanyaan sulit itu. Pertanyaan yang selalu menghantui.
Tapi itu bukan sebuah kebetulan, ini memang harus benar-benar terjadi. Sampai mampus aku jadinya. Persetan dengan ini semua!

DIA MENGERANG…
LALU DIA MENARI-NARI DI ATAS MEJA, BERHENTI SEJENAK UNTUK MENGHIDUPKAN ROKOKNYA

Itulah, aku mengerti sekarang.
Betul,sebuah pengakuan, ya, kita harus punya identitas.


ADEGAN III


SUARA DI LUAR
Sudahlah Mukar

MUKAR
Kalian lagi (DENGAN SENYUM TERSUNGGING)

SUARA DI LUAR
Apa yang kau temukan?

MUKAR
Tak ada urusan dengan kalian

SUARA DI LUAR
Benar, karena kau telah lari dari kenyataan. Kalau kita memang begini adanya

MUKAR
Pernyataan yang abstraktif.
Ayo, siapa yang lebih pecundang? Lebih jelas sekarang

SUARA DI LUAR
Kau terlalu letih, hiburlah diri dengan yang nyata. Bermain-main di pantai sepenyudahan siang, maka pikiranmu bakal jernih.

MUKAR
Biar kukasih tahu yah, hei begundal!
Kita mesti merasa dan benar-benar menikmati keterasingan, dicampakkan, kesendirian, diacuhkan, keletihan yang tak habis-habis, menderita paling menderita, tertawa sampai paling bahak sampai kau lupa sedang di mana; merah jambu, biru, hitam yang dominan, jingga pucat. Di sana kita mungkin akan mengalami keseriusan dan kebermaknaan. Begitulah caraku bercinta, bunuh diri dengan kesiapannya, mati di atas kebahagian, dan akan kembali benar-benar hidup dengan nafas yang berapi-api siap menjilat apapun di depanmu, kawan!

SUARA DI LUAR
Anak muda banyak bacot, anyir dan bau kencur!

MUKAR
Ini bukan masalah umur, biar kuberi pengertian. Ide kalian lemah!
Kalian tak sanggup berpikir, keberadaan kalian hampa.

SUARA DI LUAR
(TERTAWA YANG SANGAT MENAKUTKAN)

MUKAR
(MELIHAT JAM)
Benar, mungkin aku terlalu lelah akhir-akhir ini. (BERUCAP DENGAN LIRIH)


LAMPU PADAM
PEMENTASAN USAI

PADANG, NOVEMBER 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar