Jumat, 10 Maret 2023

Monolog : HARA-KIRI (SEPPUKU) - Zohry Junedi


DITENGAH PANGGUNG DUDUK SESEORANG TUA, DIAM, PENUH PENYESALAN, DULUNYA IA PEJUANG BANGSA, TAPI SEKARANG IA HANYA SEORANG PENGKHINAT ATAS DIRI SENDIRI

Puisi kematian ini kupersembahkan untuk diriku
Aku yang mendambakan ajal
Aku yang menantikan saat jiwaku menghilang
Aku yang menantikan saat jiwaku menghilang dari dunia ini

Puisi kematian kupersembahkan ini untuk diriku
Aku yang telah memenggal kepalaku sendiri
Aku yang berkali-kali mengarahkan pedang ke leher ini
Aku yang telah banyak membunuh bangsaku sendiri untuk melampiaskan perasaanku

MENGAMBIL SECARIK KERTAS DAN PENA, BERDIRI DAN MULAI MENULIS

Puisi kematian ini kutulis untuk diriku
Aku yang adalah kumpulan berbagai sampah
Aku yang telah diberikan nyawa oleh orang lain
Aku yang sudah menghancurkan berbagai tubuh dan jiwa yang diberikan padaku

Puisi kematian ini kutulis untuk diriku sendiri
Aku yang berpura – pura membenci semua orang
Aku yang disayangi semua orang
Aku yang takut kehilangan kehangatan yang telah diberikan padaku

KEMBALI TERDUDUK SAMBIL MENAHAN BULIR-BULIR AIR MATA,

Puisi kematian ini kutulis untuk dia yang paling kusayangi
Dia yang akan datang ke sisiku saat aku kesepian
Dia yang akan bernyanyi untukku jika aku takut
Dia yang akan mengulurkan tangannya padaku bila kekuatan jahat menarikku

PANDANGAN TERTUJU PADA SEBUAH BONEKA MUNGIL,

Puisi kematian ini kuberikan untuk dia yang paling kusayangi
Agar puisi ini dapat menjadi pengingat diriku
Agar puisi ini bisa menjadi pelipur lara baginya
Agar puisi ini dilupakan olehnya bila telah ada orang lain di sisinya

Puisi ini kupersembahkan untuk dia yang paling kucintai
Dia yang paling mengerti diriku
Dia yang mencintaiku sepenuh hati
Dia yang akan melakukan apapun demi aku dan akan mendapat balasan yang sama

MEROBEK BONEKA MENJADI BAGIAN BAGIAN KECIL, YANG TAK MUNGKIN DISATUKAN KEMBALI

Puisi kematian ini . . . tidak ada
Karena aku telah menemukan tempatku berada yang seharusnya
Karena aku sedang menanggung beban yang sebanding dengan rasa bersalah dan kebencianku
Karena aku tak ingin kematian memisahkanku dari orang orang yang kusayangi

HENING

Hahahaaaa . . . .
Aku telah pantas menerima mati, tapi bukan dengan tangan kalian, bukan dengan tangan mereka, bukan dengan tangan tangan orang orang yang berpura – pura tak berdosa, tapi dengan tanganku sendiri, hahahaa . . . dengan tanganku sendiri, huahhahaa . . .

Aku Pendosa bangsa, maka sepantasnyalah aku menerima ini . . .
Aku tidak sedih menerima kematian ini, dan aku tidak berduka atas kematianku . . .
aku mati karena bangsaku telah mempercayai aku menjadi pemimpinnya, tapi maafkan aku tampuk pimpinan itu terlalu kejam buatku, aku tidak mampu menjalankan amanah Tuhan, maka biarkan aku mati dengan cara seperti ini untuk menebusnya . . .

maafkan aku

SANG TUA PERLAHAN MENGAMBIL SAMURAINYA, MENATAPNYA TAJAM, PENUH KEPILUAN, DAN AKHIRNYA MENGARAHKAN SAMURAINYA KE PERUT SEBELAH KIRI, DAN MENYERETNYA KE BAGIAN KANAN, HINGGA PERUT SANG TUA BUYAR


Bengkulu, 05 November 2010
Diangkat dari puisi Mineko Ohkami, Puisi Kematian


Tidak ada komentar:

Posting Komentar