Minggu, 08 Agustus 2010

Monolog : BUBUY BULAN - Taufan S. Chandranegara



Naskah monolog ini dipublkasikan sebagai sumbangsih pekerja seni teater AnonimuS bagi perteateran Indonesia. Kepada pencipta semua hak karya terpelihara. [non profit oriented publication]
Karya Taufan S. Chandranegara
10/23/2008


BUBUY BULAN
Karya Taufan S. Chandranegara

Dramawan : Aktor (lelaki/perempuan)
Catatan : Dalam memainkan naskah ini, diperlukan imajinasi tanpa batas. Kontekstual dalam term of reference.


RUANG DI TEPI JALAN MISALNYA ATAU DIMANA SAJA KAPAN SAJA. ADA SESUATU SEBAGAI TANDA ENTAH APA, SIMBOLIK SIFATNYA, TAPI TIDAK DITUJUKAN UNTUK MENGHUJAT APAPUN. MENGHORMATI MORALISME YANG BERLAKU DI MANAPUN. KARENA KISAH INI HANYA REKAAN.

Saya mah bukan cepot, atawa Udel, alias boneka jekpot atawa boneka Udel…tah. Saya mah hanyalah korban dari taktik, atawa strategi bermain dalam lingkaran mahluk hidup yang suka kepot-menyepot, nyeruduk kiri nyeruduk kanan, tak peduli pada kemacetan lalu lintas, yang macet akibat ulah The Black konglomeracy,konon, menurut berita di media semesta daa hehehe…. Sekaligus kemacetan yang juga dipicu oleh arogansi ketidak disiplinan mahluknya tahhh…. Tikungan diperlebar, kendaraan yang nikung makin lebar alias tambah banyak… bias dua atawa tiga baris da…hehehe….kumaha coy…tak indah lagi…karena sudah pada malas belajar disiplin… maka selamat menikmati kemacetan, konglomerat hitam tetap bersenang-senang…hehehe…. Siapa yang bodoh? Saya? Anda? Kite? Kita! Kok mau dinetuti konglomerat hitam…hahaha…pada sekolah tapi tak pintar-pintar….hehehe….iman coy….iman. jangan ikut-ikutan tergoda ya… halal cepot-halal… cepot berusaha cari yang halal daa…

Nama saya hanya cepot saja, tanpa ditambah atau dikurangi dengan huruf atawa bilangan atawa angka-angka seperti umumnya yang terjadi di faktur-faktur pembelian atawa kwitansien…. Maksud say amah daa…eta…k-w-i-t-a-n-s-I yang siap dimarkup dalam tender-tender bermasalah tahhh….. pasti daa… eta mah perbuatan, jelas, ka ismean sang Dasamuka alias konglomerat hitam tah….

Euluh-eluluh…. Jadi ngalanntur kamana-mana. Saya duduk di sini maunya menunggu purnama…. Lah malah kaingetan berita-berita yang sedang santer dibicarakan di segala sector cuaca, di dunia komunkasi alias media tah… hihihi…. Jadi pengen ketawa geli terus…hihihi….hihihi…. ada suara dalam kotak, masalahnya bukan suaranya yang bermasalah, tapi kotak suara sebagai perangkat fisik serta manusia yang mengelolanya mendadak bermasalah….bersamaan dengan berita dunia pendidikan kita, yang nota bene sistemnya peninggalan colonial….tiba-tiba jelegur! Duar! Mencuat ke angkasa…. Terkejut kan daku dibuatnya lho!?.

Hihihihi…. Ini mah daa kurang umum hihihi…. Mengapa? System pendidikan kita masih peninggalan colonial, ini harus diakui tah kie margi tah…. Para siswa tidak diberi peluang memilih mata pelajaran yang disukai atawa difokuskan langsung pada jurusan yang diinginkan pada usia dasar…. Tahh. Kumaha tidak bingung…. Banyak sekali mata pelajaran yang dijejalkan yang tidak pada tempatnya…. Yang seharusnya bias menjadi mata pelajaran pilihan…. Tah…. Jadi kalau sekarang sedang musim siswa tidak lulus SMA yaw ajar saja….. jadi yang bodoh siapa? System pendidikan yang peninggalan colonial itu atau siswanya? Ya si system yan peninggalan colonial itu yang sbodoh, bukan siswanya tah…. Bayangkan saja, waktu SMU dulu da… tak boleh berdebat dengan guru, bertanya saja harus pake giliran, atau ditunjukk langsung oleh guru, baru saya boleh bertanya. Wah! Celaka, kan?. Saya sekolah serba bayar, lalu saya pikir di mana hak saya sebagai manusia dan murid, apalagi sekarang biaya dunia pendidikan kita bias seharga mobil muuuaaahhhhaallll da…. Yang benar, saling koreksilah, antara penguasa pembuat system pendidikan, guru dan siswa…. Tahh baru adil…. Tapi yang tidak lulus juga harus koreksi diri juga dong, suka ngebolos teu tah hehehe…. Males belajar teu tah….hahaha…. soal lulus dan tidak lulus mah sebetulnya soal lama…. Kembali pada individu-individunya, kan? Hahaha… cepot sok tahu maneh…. Gigi tah digosok…. Nongol…. Kuning nggeus jamuran tah gigi…. Aha aha okelahh…aha aha okelah…..

Ojo dumeh ojo jadi maling, bahaya, bahaya, kelangsiran euy…. Sampai mana dialog kita tadi da…. Hehehe…. Cepot (mendorong jidatnya sendiri) sok intelektual “dialog”, bilang saja mau omong…. Lulus? Eh, cepot mah lulus, ijazah asli…. Hahaha…. Teu palsu….

Kembali ke kotak dan suara tadi…. Yang umumnya, titik dua, di seluruh dunia, “suara’ selalu membawa masalah, bias positif bias negative, ini mah kotak suara yang dibuat komite Swadaya Suara Publik yang diakronimkan oleh publik menjadi KSSP, melahirkan masalah tahh…. Aneh daa…. Kotak membawa masalah…. Entah karena cinta, entah karena patah cinta hihihihi…. Bayangkan, tak sangka tak duga Komite Swadaya Suara Publik…. Manipulasi pengadaan material persiapan pemilihan leadership publik…. Celaka kan? Celaka? Gila, kan? Saraf deui saraf deui! Persiapan pemilihan leadership publik materialnya dimanipulasi, missal, ongkos bajaj sa kieu, ongkos cetak pamphlet sa kieu jadi sa kieu…. Kertas, transportasi, tinta, cetak-mencetak, sablon menyablon, spanduk-spanduk raksasa, poster-poster, akomodasi dan konsumsi tah…. Lobi-lobi hotel pelangi tah…. DLL….DLL…. pusing tujuh keliling…. Komite Swadaya Suara Publik kan lembaga wasit…. Ya harus bersih nurani dong…. Jadi kumaha people?

Guncang system semesta, guncang… bukan sulap malah jadi sesulapan…. Di siku, eh disaku, eh di silap…. Sesulapan suap, suap! Tah kumaha, geulis? Akang mah henteu ngarti. Aya kotak berubah menjadi bencana! Bencana! Aib koorporasi tak bias dielakkan: Caricis caricos coscos, alah geboy! Alah geboy! Adu menyon! Adu menyon! Eui! Eui!adu betot adu ngotot!.

Gajrig! Headline segede gajah: maca racis mara ciscos mara cas cis cos. Semua media bersuara sama, aklamasi publik demikian juga, karena kecewa, sebab musababnya lembaga semacam KSSP atawa Komite Swadaya Suara Publik yang dianggap sebagai wasit paling jempolan dalam melaksanakan upacara pemilihan The leader of Nations, terjungkir balik akibat kefatalan yang mufakat…. Tah, lalu siapa geulis, yang bias dipercaya mewakili suara hati kaum kecil seperti akang? Duhhh, bulan? Duhhh geulis? Eta teh kumahaaa?

Euleuh-euluh… menunggu bulan yang dating malah Dasamuka alias konglomerat hitam, eta the kumaha geulis? Saya mah si kecil, Cuma buat dedupakan…. Eh gelutak ngegeloyor, ditendang mati, diinjek mati. But masalahna daa… wasit yang mana lagi yang bias dipercaya…. Sekali lagi; kalau lembaga wasit macam KSSP atawa Komite Swadaya Suara Publik sudah terjungkir balik karena akibat, sebab musabab kotak yang melahirkan masalah manipulative dalam konteks tender bermasalah akibat, konon, mark up kwitansi and so the faktur or the suap-suap nyuap-menyuap tahh… pusing, kan? Pusing….

Karena yang saya tahu suap menyuap hanya ada dalam tradisi penganten anyar gress atawa upacara penganten baru, ini mah malah, soal kotak yang melahirkan masalah suap-menyuap… eta the kumahaaaa daa…. Pusing.

Para hadirin hadirat tidak pusing? Kumaha atuh? Daa… silahkan saja, saudara, saudara, saudara, tidak mau pusing…. Saya juga tak mau dong…. Hehehehe…. Tapi celaka daa kalau kita tidak partisipasi Ikut prihatin, karena persoalannya bangsa dewek manipulasi bangsa dewek…. Alaaaah alaaaaah…. Ngibing bae lah…. (lalu dengan suara music akapela, dia menyanyi dan menari senikmatnya).

Musibah memang sedang beruntun, karena ulah sang manusia, baru-baru ini sebelum terjadi soal, titik dua, dalam tanda petik buka, kotak suap, tanda petik tutup, sebuah lembaga formal perwakilan publik adu jotos akibat soal yang juga absurd, malu kan? Langsung saja tv saya sensor, saya matikan. Bayangkan! Bayangkan! Sebuah adegan di lembaga formal perwakilan publik itu ditayangkan di teve secara internasional, saya malukan dengan anak saya yang masih balita, dan… duh Gusti Pangerang…. Mohon ampura… mengapa manungsa macam itu yang hamba pilih mewakili hamba di lembaga formal perwakilan publik itu.

Tidak biisa. Tidak masuk akal, mau tidak mau kita jadi dipusingkan oleh kasus-kasus yang sifat absurditasnya tinggi semacam itu…. Karena kan, menurut teori dramaturgi, absurditas itu lahir dari realism tah…. Konon daa… hihi hihi sok tau ye gue…. Hihihihihi….

Bulan geulis? Ka mana? Akang rindu sinarmu nan kemilau, alaah kalimat klise deui, ajaw jadi epidemic euy kliseisme teks dalam ungkapan bahasa kamus saku kadang menjungkirbalikkan logika menjadi sekadara slogan yang dimassalkan dalam rangka meraup empati publik yang nota bene sedang pusing karena BBM naik, berakibat pada sector pangan yang melambung tak sesuai dengan pendapatan perkapita proletar seperti saya daa… but daku tak bias protes karena saya bukan demonstran, yang berjuang untuk kaum lemah seperti saya, barangkali?.... jadi memang saya salah satu mahluk manusia yang Waiting For Godot kalau ditilik dari sisi Samuel Beckett…. Bingung saya…. Apa urusannya Waiting for Godot Beckett dengan kotak suara yang disulap jadi milyar D besar….

Halah halaaah…. Umpama kata purnama penuh sekarang terbit di mukaku alangkah bahagianya hatiku, ooo…. Aku rindu… apakah engkau juga rindu, dikau-dikau juga rindu…. Duh, gusti pangeran! Berilah daku purnama bersih yang terang benderang….

(melantunkan suluk tentang rembulan)


*****SELESAI*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar